SI KABAYAN TERTAWA, MAKA DIA DIMAAFKAN
Ini Catatan Ayah mengenai bukunya: Si Kabayan Return.
Saya mengenal dongeng-dongeng Si Kabayan sejak sebelum
sekolah. Hampir setiap malam Ayah saya mendongeng sebelum saya tidur. Awalnya
mungkin karena jaman saya kecil tidak ada hiburan yang “meninabobokan” anak
sebelum tidur. Tidak ada games, tidak ada film, tidak ada tontonan lainnya. Mungkin
juga karena saya susah tidur sendirian.
Dongeng kancil, buaya, harimau, lebah, dan sederet tokoh lainnya dari Dunia Binatang, hanya mampu membuat saya merasa senang. Tapi dongeng Si Kabayan seringkali bisa mengalihkan “isak tangis” saya menjadi tertawa. Saya masih ingat bagaimana gaya Ayah saat mengatakan “el, da deet” (oh, ternyata dangkal) dalam episode Si Kabayan Memancing Siput.
Dongeng kancil, buaya, harimau, lebah, dan sederet tokoh lainnya dari Dunia Binatang, hanya mampu membuat saya merasa senang. Tapi dongeng Si Kabayan seringkali bisa mengalihkan “isak tangis” saya menjadi tertawa. Saya masih ingat bagaimana gaya Ayah saat mengatakan “el, da deet” (oh, ternyata dangkal) dalam episode Si Kabayan Memancing Siput.
Di dongeng-dongeng lainnya Si Kabayan itu dikisahkan
sebagai orang yang kedul (malas), kurang ajar, penipu, dan sifat jelek lainnya.
Tapi itu semua seperti yang “dimaafkan” karena Si Kabayan selalu mengundang
tawa. Orang bijak bilang bahwa sifat-sifat jelek Si Kabayan adalah sifat-sifat
yang dipunyai setiap manusia. Hanya saja bila kita, ya kita sebagai manusia,
seringkali menutupi sifat-sifat jelek itu. Si Kabayan tidak. Maka dia terkesan
malas, kurang ajar, penipu, ingin menang sendiri, serakah, dan banyak lagi.
Bedanya, Si Kabayan “tidak apa-apa” dibilang apapun. Si
Kabayan sudah “tidak apa-apa” mengalami apapun. Sementara kita, seringkali
marah dibilang (misalnya) malas atau kurang ajar. Seringkali merasa paling
susah sedunia saat mendapat cobaan ini cobaan itu. Padahal, berapa kali kita
pernah melakukan kemalasan dan kekurangajaran? Padahal, berapa kali
berkeluh-kesah mendapatkan kesukaran sedikit saja? Tidak perduli dengan
lingkungan sekitar, tidak perduli dengan “kebobrokan” sosial, bukankah itu juga
adalah salah satu kekurangajaran?
Saya mengingat-ingat kembali dongeng-dongeng Si Kabayan
di masa kecil itu. Saya pun menambahkannya dari bahan bacaan, dongeng orang tua
lainnya, dsb. Di buku ini, dongeng-dongeng klasik itu dihimpun. Sampai saat ini
dongeng Si Kabayan masih dikarang orang. Tapi di buku ini saya hanya menghimpun
dongeng-dongeng yang dulu sempat beredar secara lisan.
Bagi yang ingin tahu, ingin juga mendongengkannya kepada
anak-anak, atau yang ingin “belajar” jadi Si Kabayan, buku ini sudah beredar di
toko-toko Gramedia atau belilah secara online. Hehe... kok jadi dagang. @@@
0 Response to "SI KABAYAN TERTAWA, MAKA DIA DIMAAFKAN"
Post a Comment
Terimakasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat :), jangan lupa tinggalkan jejak....