BUNGA BAKUNG INDAHNYA BEGITU AGUNG
Awalnya karena
senang saja. Saat jalan-jalan ke tepi hutan, bila menemukan bebungaan indah
suka minta satu dua pohon kepada petani. Gratis alias tidak perlu bayar apapun,
kecuali basa-basi yang malah mengakrabkan diri. Bunga bakung ini pun ditanam di
halaman. Ayah yang paling sering jalan-jalan ke tepi hutan dan paling senang
mampir kepada para petani yang sedang menggarap kebun, paling sering membawa
pepohonan.
Awalnya tidak ada tetangga yang begitu perduli waktu bunga-bunga bakung itu berbunga. Tapi tahun ini, awal musim hujan kali ini, tiba-tiba begitu banyak bunga bakung yang mekar bersamaan. Wah, halaman rumah kita jadi berwarna-warni. Merah, fink, putih, seperti di dalam lukisan. Para tetangga pun mulai deh banyak yang memperhatikan.
Awalnya tidak ada tetangga yang begitu perduli waktu bunga-bunga bakung itu berbunga. Tapi tahun ini, awal musim hujan kali ini, tiba-tiba begitu banyak bunga bakung yang mekar bersamaan. Wah, halaman rumah kita jadi berwarna-warni. Merah, fink, putih, seperti di dalam lukisan. Para tetangga pun mulai deh banyak yang memperhatikan.
“Wah, bunganya
indah sekali, mau dong sepohon saja,” kata salah seorang tetangga.
Ayah begitu
antusias memilihkan bibit-bibit bakung. Dia memang punya cita-cita ingin
membuat (minimal satu gang) rumah-rumah di sini halamannya penuh dengan
bebungaan. “Rumah dengan bunga-bunga itu seperti manusia dengan hati yang baik,”
kata Ayah yang sering sok menjadi penyair. “Manusia yang baik itu lebih agung
dibanding malaikat.”
Begitulah, Ayah
kadang begitu khusuk memandang bebungaan mekar. Kekhusuannnya itu hanya
terganggu saat Dek Rakey (5 tahun) memukul serangga yang hinggap di bunga
bakung, serangganya terbang bunganya rusak. Atau kadang memetik bebungaan itu
bersama teman-temannya, dipotong-potong, dibuat pasak-pasakan. Tapi sekarang
Dek Rakey sudah mengerti, bunga begitu indah bila tidak dipetik.
“Bu, jual saja
bunga-bunga nya. Di pinggir jalan harganya lumayan, lho,” kata seorang
tetangga. “Satu bibit bakung kecil berbunga putih itu lima ribu rupiah. Kalau
yang fink lima belas ribu, yang merah lima puluh ribu. Saya gak jadi beli,
karena di sini bisa minta hehe....”
“Wah, ide yang
hebat itu. Kita jual bunga-bunga nya,” kata saya. “Tapi nanti kalau setiap
rumah sudah menghasilkan banyak bunga. Sekarang kita nikmati saja, hiburan yang
murah tapi begitu agung.”
foto-foto: dokumen pribadi
Waah cerita yang bagus.. Saya juga salah satu pecinta bunga bakung, dirumah saya ada yang berwarna orange dan putih
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tugas Kuliah, sudah berkunjung. Sama dong, smoga bunga bakungnya berbunga serempak ya....
ReplyDelete